Selasa, 17 April 2012

Ketika Cinta Perlu Bukti Nyata

Ketika Cinta Perlu Bukti NyataIslam mengajarkan kepada kita bagaimana semestinya sebuah hubungan dibangun. Salah satu prinsip yang paling penting, dalam membangun hubungan antar sesama adalah cinta dan benci karena Allah. Berkaitan dengan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan melarang karena Allah, maka telah sempurna imannya.” Inilah prinsip paling penting yang harus kita kedepankan manakala hendak membangun hubungan dengan yang lain.

           Prinsip ini juga akan memastikan hubungan kita dengan yang lain, tidak berdasarkan atas kepentingan pribadi atau karena adanya motif-motif tersembunyi. Sebagai seorang muslim, tidak boleh sekali-kali berpikir: Apa yang bisa saya dapatkan dari hubungan ini? Karena, hubungan yang dibangun di atas kepentingan sesaat seperti ini, hanya akan bertahan sepanjang ada keuntungan pribadi yang bisa diraih, dan akan berakhir ketika kebutuhannya telah terpenuhi. Hal ini tentu berbeda dengan hubungan yang didasari cinta karena Allah, yang akan bertahan sepanjang masa, hingga kematian menjemput.

           Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah, pada saat tidak ada naungan selain naungan Allah…” dan beliau menyebut salah satunya adalah: “…dua orang yang saling mencintai karena Allah, mereka bertemu dan berpisah hanya karena Allah.” (HR. Al Bukhari dan Muslim). Imam Ibnu Hajar, dalam penjelasannya atas hadits ini menjelaskan, bahwa meskipun redaksi yang digunakan dalam hadits menyebut kata laki-laki, namun wanita juga termasuk dalam pengertian hadits ini.

          Sesungguhnya terdapat banyak hak yang dimiliki seorang muslim atas muslim lainya. Hak-hak tersebut, mengarahkan bagaimana suatu hubungan harus dibangun. Berikut ini beberapa penjelasan singkat mengenai hak dan kewajiban , yang harus menjadi perhatian bagi kita sebagai seorang muslim, dalam membangun hubungan dengan yang lain.

1. Memperhatikan dan membantu kebutuhan finansial.


                Setiap muslim memiliki kewajiban dalam men-support kebutuhan finansial saudaranya yang membutuhkan. Akan tetapi, jangan sampai hal ini justru menyebabkan hak pribadi menjadi terabaikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepada kita, bahwa Allah berfirman: “Kecintaanku adalah suatu kewajiban bagi mereka yang saling memberi karena Aku.” Yazid bin Abdul Malik, pernah berkata: “Saya merasa malu kepada Allah, memohon kepada-Nya untuk membukakan pintu surga untuk salah seorang saudaraku, lalu merasa kikir memberinya sebuah koin emas atau perak.”


2. Menyediakan kebutuhan pangan dan sandang.

                Perkataan Abu Sulaiman ad Darani rahimahullah patut menjadi renungan bagi kita. Ia mengatakan: “Jika seluruh kehidupan di dunia ini berisi segenggam makanan yang ada dalam tanganku, lalu seseorang mendatangiku untuk itu, saya bersedia memberikan segenggam makanan itu kepadanya.” Ia juga pernah mengatakan: “Saya akan memasukkan segenggam makanan kepada mulut saudaraku, lalu kemudian merasakannya dalam mulutku.”

3. Menolong dengan bantuan fisik.

             Sudah seharusnya kita senantiasa bersedia mengulurkan tangan kita dan melakukan sesuatu bagi saudara kita. Perkataan menarik diucapkan oleh Muhammad bin Ja’far rahimahullah. Beliau mengatakan: “Aku akan segera melakukan apa yang  diinginkan oleh musuh-musuhku, karena aku benci mereka kecewa kepadaku.” Subhanallahu. Jika kepada musuh saja seperti ini, lalu bagaimana seharusnya sikap kita kepada teman kita?


4. Menunjukkan itikad baik kepada saudara kita.

             Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika salah seorang di antara kamu mencintai seseorang, biarkanlah ia mengatakannya.” Menjadi kewajiban kita pula untuk mempertahankan kehormatan saudara kita, ketika ada seseorang yang berbicara buruk tentangnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang membela kehormatan saudaranya, maka Allah akan membelanya agar terhindar dari siksa neraka pada hari kiamat.”

5. Memberikan maaf dan pemakluman atas kesalahan dan kekurangan.


        Kesalahan-kesalahan yang ada mungkin karena kekurangannya akan pemahaman agama –misal dengan melakukan kemaksiatan- atau bisa jadi itu memang merupakan cara mereka memperlakukan kita. Maka, ketika kesalahan itu karena kurangnya pemahaman agama saudara kita, yang dibutuhkan adalah saran atau nasehat dari kita. Dan hal ini justru harusnya mendorong kita untuk lebih bersemangat mengarahkan saudara kita kembali ke jalan yang benar.

          Sebuah pelajaran berharga dari kehidupan para salafushshalih, dikisahkan bahwa ada dua orang yang sangat dekat. Satu waktu, seorang di antara mereka melakukan kemaksiatan. Kemudian orang-orang mendesak agar seorang yang shalih dari dua orang tadi, meninggalkan temannya yang telah berbuat dosa. Namun ia menolaknya dan berkata: “Dia membutuhkanku dalam menghadapi cobaan ini, lebih dari sebelumnya. Aku harus menolongnya dan berdoa kepada Allah agar mengembalikan ia ke jalan yang seharusnya.”

           Sikap atau perlakuan yang keliru dari saudara kita mungkin pernah kita alami. Tetapi, kita tidak boleh membalasnya dengan sikap yang sama. Sebaliknya, kita harus memaafkannya dan mesti selalu ingat bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Kita tidak bisa mengharapkan dari seseorang agar tidak bersikap buruk kepada kita.

6. Mendoakannya baik ketika masih hidup maupun ketika sudah meninggal.


            Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Doa seorang muslim untuk saudaranya (yang dilakukan) tidak di hadapannya, akan dikabulkan. Di atas kepalanya ada Malaikat yang ditugaskan (menjaganya), setiap kali dia berdoa memohonkan kebaikan untuk saudaranya, maka Malaikat yang bertugas menjaga tersebut berkata, “Amin, serta (semoga) bagimu juga mendapatkan demikian.”” (HR. Muslim).Contoh mulia diperlihatkan shahabat Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Aku berdoa untuk tujuh puluh saudaraku ketika dalam shalat.”

7. Setia menjalani hubungan.


           Kesetiaan kepada saudara kita harus senantiasa berlanjut, meskipun ketika saudara kita telah dijemput malaikat Maut. Kesetiaan dan rasa cinta yang kita miliki, kita buktikan dengan memperhatikan keadaan keluarga yang ditinggalkan. Dan yang lebih penting lagi, kecintaan kita kepada seseorang harus diniatkan pula untuk kepentingan ukhrawi. Karena, kalau cinta tersebut berhenti saat dia meninggal, maka itu hanyalah cinta sesaat. Kesetiaan setelah kematian meski itu kecil, lebih berharga dibanding kesetiaan yang besar selama hidup.

8. Bersikap tidak berlebihan ketika menjalin hubungan dan tidak berharap terlalu banyak.


          Sebenarnya tidak baik ketika kita berharap atau memberikan beban yang berlebihan, yang justru akan menyusahkan saudara kita. Imam al Fudhail rahimahullahu pernah berkata: “Seringkali, seseorang meninggalkan saudaranya, dikarenakan beban besar yang diletakkan di pundak saudaranya tersebut.” Ketika hubungan yang ada dibangun tidak berlebihan, dijalani secara mudah dan tidak ada sikap memaksa satu sama lain, maka hal ini akan menyuburkan rasa cinta yang telah bersemayam di hati.
Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan untuk bisa mengamalkan prinsip-prinsip mulia nan agung ini dalam kehidupan kita. Semoga Allah menambah kecintaan kepada saudara kita, demi meraih ridha-Nya.
Wallahu a’lam.


(Diadaptasi dari artikel berjudul How We Should Treat Each Other karya Syaikh Khalid As Saq’abi dimuat di situs www.islamtoday.com)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review